Kamis, 27 Mei 2010

SENYUM NENEK JALANAN


Hari ini adalah masa terindah dalam hidupku.
Seorang nenek tersenyum hangat menyapa kepolosan diriku yang melintasinya di tengah panas cuaca siang hari.

"Silahkan nak, duduk sambil minum es kelapa dulu. panas-panas begini mau kemana?"

Aku duduk sambil tersenyum kecut. Yach .. cuaca siang ini sangat panas. Tak lama, nenek memberikan segelas es kelapa muda. Sungguh menyegarkan. Tapi aku tak memintanya. Aku hanya ingin sekedar berteduh di warung kecil miliknya dari sengatan matahari.

Sang nenek tersenyum melihat kebingunganku. Aku jelas merona malu ditatap demikian

"Sudah minumlah ..! nanti keburu ngga dingin lagi .. !"

Malu-malu kuambil gelas itu, kuteguk perlahan dan sedikit. Pikiranku melayang bingung. Bagaimana aku harus membayar segelas es kelapa yang tidak aku minta ini?
Baru saja dompetku raib pasca naik bus antar kota. Tak tersisa sedikitpun uang di kantong pakaianku. Ah nasib ... Sungguh apes nian !

Dari pagi berangkat untuk mencari sesuap nasi tapi justru copet mengambil harta terakhirku di kantong celana bagian belakang. Sia-sia sudah pengorbanan yang kulewati dari rumah sampai detik aku diberikan segelas es kelapa tanpa aku memintanya.

"Mau kemana Nak ?"
Nenek itu seolah menangkap kebingunganku. Ia tersenyum lagi saat ku tatap mata teduhnya.

"Jangan khawatir, minum saja ! Itu rezeki dari Tuhan ."

Oh ... Ia bisa membaca jalan pikiranku. Aku jadi tak enak diri. Tapi, benarkah ia bisa membaca pikiranku ?

"Nak .. hidup itu memang kejam. Tapi kita harus berani melawan dan menghadapinya. Jangan gampang menyerah dan putus asa. Kalau kita takut, maka kita akan hidup sia-sia"

Aku risih mendengar ucapannya. Es kelapaku tinggal separo.

"Kamu sudah kerja belum ? Kalau belum, bagaimana membantu nenek berjualan es kelapa ini ?"

Sungguh di luar dugaan !

Nenek ini begitu ceplas-ceplosnya. Berbicara padaku yang baru saja ditemuinya. Dari mempersilahkan duduk, memberikan es kelapa, menasehati, sampai menawarkan pekerjaan ia lakukan setulus pemberian orang tua kepada anaknya. Tanpa beban.

Aku langsung menyanggupi permintaan itu. Ia mengangguk mendengar jawabanku. Segera ia memerintahkan aku untuk kembali esok. Tapi aku tak mau. Aku mau hari ini juga harus mulai bekerja. Maklum, seketika timbul kekuatan baru untuk memperbaiki hidup lebih baik setelah tadi surut dihantam kejadian tak mengenakkan.

Nenek setuju. Lalu tanpa diduga ia menawarkan menjahit tas bagian bawah milikku, rupanya copet itu merobek tas selain kantong celanaku.

Oh ... aku jadi mengerti, mengapa ia tadi seperti bisa membaca pikiranku tak punya uang.

Thank God dan terima kasih nenek manis !

Sabtu, 22 Mei 2010

BUKAN TRANTIB BIASA

Hampir saja aku berbuat nekat marah untuk menolong seorang anak kecil. Aku terbawa emosi sesaat untuk menduga bahkan memfitnah bahwa seseorang akan melakukan perbuatan jahat.
Audzhubillah …

##

Miris melihatnya

Ia hanya mengenakan celana kolor kotor tanpa pakaian atasan sekalipun kaos oblong kusam sebagaimana dikenakan orang-orang sepertinya.

Sekilas wajahnya memancar kesedihan. Tapi tidak, lama diamati ia tampak wajah imut orang yang bergembira. Mulutnya menggumam. Bersenandung lirik lagu yang juga kuhafal, milik band Iwan Fals berjudul Tikus-tikus kantor.

Ia membentangkan Koran layaknya sprei di pinggir toko penjual plastik yang sudah tutup. Menata sedemikian rupa barang bawaan agar bisa masuk pengawasan kedua mata bening miliknya. Dua kantong plastik hitam, entah apa isinya. Tangannya terampil mengerjakan itu semua.

Setelah melewati waktu 15 menit berbenah diri kini ia menghela nafas panjang. Memanjatkan syukur atas apa yang telah ia kerjakan. Sejenak dipandanginya suasana di sekitar. Sepi. Hanya ada beberapa orang yang masih terlihat berlalu lalang dengan tatapan dan pikiran cuek. Acuh. Tak satupun ada yang menegurnya.

Direbahkan tubuh mungilnya. Kedua tangannya dijadikan bantal menopang kepalanya. Ia terpenjam sesaat. Namun, melek lagi. Tampak kecemasan di raut muka lelahnya. Kepalanya celingukan kekiri kekanan. Tapi ia tidak menemukan apa yang dikhawatirkannya. Kembali ia merebahkan diri. Menghalau segala keluh kesah. Mengharap kenyamanan dan obat kantuk yang maksimal. Tapi ….

##

Aku mengamatinya pada jarak kurang lebih 5 km dari arah tempat tidur anak tersebut. Tak sadar aku mendapati tingkah polah anak itu pada pukul 02.00 wib setelah aku tadi bertengkar hebat dengan sang pujaan hati.

Aku duduk di atas motor tuaku Vega R tahun 2003 dengan warna kendaraan hitam. Aku lari menyendiri di jembatan fly over arah menuju Margonda Depok. Awalnya, aku berniat memandang aktifitas pasar dan terminal yang terletak tepat di bawah fly over. Tetapi wajah kurus dan kumel seorang anak kecil akhirnya menjadi perhatian setelah tadi ia menolong seorang anak kecil yang dikeroyok dan dihajar rekannya dengan sebab yang aku tak tahu pasti.

Sekarang ia masih terbaring lelap. Kecemasannya beberapa menit yang lalu terjawab kemudian. Ia dibangunkan tiba-tiba oleh kurang lebih 5 orang Bapak-Bapak dengan atribut rompi dan pakaian rapi. Satu orang terlihat membwa video shooting.

Aku sungguh tak tega melihat anak tersebut yang kaget bukan kepalang ketika tersadar dari tidurnya mendapati sekeliling ‘kamar tidur’ miliknya penuh dengan orang yang tidak dikenalnya satupun.

Reflek setelah benar-benar sadar, ia bergerak ingin melarikan diri. Namun tangan-tangan kekar menahannya. Aku bergerak maju. Ingin memperjelas pemandangan yang menggangu pikiran dan siap melakukan pembelaan jika sang anak dijahati. Kudapati anak itu diam dan ketakutan. Seorang bapak mencoba berbicara pelan dan lembut. Sementara yang lain menunggu. Aku terus mendekat, sampai akhirnya kudengar suara laki-laki itu.

“Tenang aja, kami bukan trantib. Kami hanya petugas sensus tuna wisma. Kami mau menjalankan tugas mendata orang-orang seperti kamu. Jangan takut, nanti kalau selesai kamu boleh lanjut istirahat.”

Sang anak diam. Mungkin ia belum mengerti penjelasan bapak yang kutaksir berumur 34 tahun. Tapi saat petugas mulai mengajukan pertanyaan ia bisa menjawab. Meski terdengar lirih.
Aku mundur dan mengawasi terus aktifitas mereka. Huh … kirain !.



Selasa, 18 Mei 2010

TEMAN TIDUR

Selalu saja kupeluk

Tubuh panjangmu

Dinginnya malam

Panasnya siang

Tak ku hiraukan

Kau selalu saja ku peluk

Entah bagaimana rasanya tanpamu

Kalau hanya ditemani selembar kain lusuh nan tipis

Tubuh ini

Bakal menjerit dingin

Sumpah ..

Bakal garing

Miring kanan

Miring kiri

Tak punya 'pegangan'

Seperti malam ini

Kau tetap selalu ku peluk

Jumat, 14 Mei 2010

TRUK MILITER

Kenapa semua orang memandangku ?

Hampir jalan raya yang kulewati, pasti ada yang melihat dan beragam reaksinya. Bapak-bapak, ibu-ibu, anak muda, cewek, anak kecil, tukang ojek, supir angkot, pedagang di pasar, juru parkir, semuanya menatapku. Ada yang bengong entah apa yang ada dibenaknya saat melihat. Ada yang memotret dari angkot dengan mimik lucu. Ada juga yang cuma cenggegesan nggak jelas. Aneh ? Tapi kebanyakan mereka senyum-senyum dengan menunjukkan jarinya. He .. ada apa ya ?

Kalau dibilang hari ini aku tampak ganteng, ah ... enggak juga. Biasa aja seperti hari-hari lalu.

Ehm ...

Dari segi penampilan ? sama saja, hanya beda sekarang aku memakai kaus merah, bukan warna kesukaanku.

Atau jangan-jangan .....

Ada yang aneh pada tubuhku ? Tapi kuperhatikan, enggak juga. Cukup standar untuk ukuran style anak muda sehari-hari. Nggak ada yang unik-unik banget.

Oh .. my God ?

Aku baru sadar, tadi aku sedang menaiki kendaraan truk militer dan berdiri di bagian belakang mobil. Menjaga keamanan, begitulah yang diamanatkan Ibu ketua panitia.

Wajar kalau mereka terus memandang sambil tersenyum. Karena jarang loh orang-orang biasa bisa menaiki kendaraan ini. Apalagi ... yang paling belakang adalah cowok imut nan nggemesin berdiri dengan gagah dan berwibawa. Mirip seorang jendral yang mau berangkat perang.

Ah ...

Jadi malu

Tapi biarlah ...

Sungguh ini menyenangkan. Karena bisa melatih dan menambah rasa percaya diri terhadap pandangan orang. Loh .. ? kok jadi kesana ?


Rabu, 12 Mei 2010

TAKUT GAGAP

Ibu guru yang manis itu terus menjelaskan secara detail dan jenaka kepada anak didiknya. Senyum indah menghapus kerut lelah dan suntuk wajahnya. Ia tetap asyik meski beberapa anak sudah mulai sulit untuk diatur. Motivasi dan semangat untuk mengabdi pantang untuk disurutkan. Itulah tekadnya.

Saya jadi terharu. Sepintas teringat masa lalu ketika masih berseragam merah-putih. Ya .... tahun sembilan puluhan . Kala itu, tubuh kecil dengan wajah kumel selalu ogah untuk berangkat menuntut ilmu di lembaga bernama sekolah. Meski pada akhirnya berangkat juga.

Berjalan secara rombongan dengan teman-teman satu pondokan. Berlari-lari kecil sambil bercanda berharap bisa menjadi yang terdepan sampai di sekolah. Semua teman tampak jelas raut kegembiraan, apalagi tadi telah diberi "sangu" (uang saku) lebih oleh Pak-Lek (Bapak pimpinan pondok). Sekolah seolah menjadi satu tujuan untuk meraih Pengetahuan dan kesenangan abadi .

Berbeda dengan mereka, saya masih belum menyadari hal itu. Terlebih saat duduk ditingkat kelas 4 dan 5. Dalam benak saya justru yang ada tumbuh rasa kekhawatiran dan ketakutan saat sudah sampai menginjakkan kaki di pintu gerbang sekolah. Apalagi kalau tiba bel berbunyi dan semua siswa wajib di dalam kelas, ditambah saat itu adalah pelajaran PPKN, Bahasa daerah atau matematika. Maka kekhawatiran dan rasa takut dengan cepatnya menapaki ubun-ubun, Huuuh.. ! Tinggal menunggu waktu saja ......

Dan kalau sampai yang ditakutkan tiba, yaitu disuruh membaca, keringat dingin segera mengucur deras dari pori-pori tubuh kurus dan hitam ini. Lalu imbasnya, bacaan dan suarapun jadi terbata-bata, bisa lancar kalau ada yang menggertak untuk sekedar mengagetkan emosi diri. Saya tidak tahu penyebab datangnya penyakit ini, tanpa sadar ketika Sekolah Dasar dulu, kalau tiba giliran Saya diperintah untuk membaca, maka saya pasti terbata-bata dan gugup sekali. Sungguh pengalaman yang menakutkan.

Tapi itu cerita tempo dulu. kini sudah berubah. Walau rasa takut selalu muncul saat diperintah seseorang, Tapi tidak berdampak keluar keringat dingin lagi lantas tak bisa berbicara lancar. Ini semua berkat bantuan dan dorongan motivasi dari guru tercinta Ibu Khoidatul Umroh (Bu Umroh)

Ia selalu memotivasi saya dengan berkata :"Yakin kamu bisa dan tidak akan tersendat, cobalah .. !". Lantas ia memberiku kesempatan untuk membaca di tengah teman-teman kelas pada mata pelajaran berlangsung (Perintah ini sering kali dilakukan Bu Umroh. Mungkin ia bermaksud membiasakan aku membaca di muka umum).

Dan akibatnya .. Hinaan dan tawa mengejek spontan keluar dari mulut teman-teman kelas. Saya masih ingat sekali, pernah suatu ketika saya menangis sejadi-jadinya karena tak tahan mendengar dan menjadi bahan tertawaan teman-teman kelas. Sampai saya benci dengan semua teman termasuk Bu Umroh (karena merintahkan saya untuk membaca). Saya sudah tidak tahan. Setiap kali mata pelajaran Bu Umroh, saya segera saja ingin keluar kelas (tapi untung tidak saya lakukan)

Singkatnya, perlahan Bu Umroh tetap membimbing dan terus melatih keberanian saya sampai saya bisa terlepas dari penyakit 'gagap' saat membaca.

Ibu guru manis itu tersenyum ketika memergoki saya terus memperhatikannya dari tadi diluar jendela kelas. Saya jadi malu, lalu menundukkan kepala dan pergi. Oooohhh ... !!!!

Selasa, 11 Mei 2010

INDAHNYA ‘MENEMBAK

Akhirnya ku tulis rentetan kalimat

Pagi ini pukul setengah dua lewat

Indah

Amat kekanak-kanakan

Ternyata begini rasanya menembak

Waktu terasa panjang

Pikiran menerawang dengan berbagai dugaan

Gelisah .. ya … !!!!

Deg-degan … pasti !!!

Pikiran semakin ga karuan

Saat menanti sebuah jawaban

Ternyata begini rasanya menembak

Ini untuk yang kedua kali

Setelah satu tahun lalu gagal

Lantas tak berani mencoba

Lagi

Huhhhh …..

Gelap ini seolah tak mau menghilang

Sinar matahari terang mengapa tak kunjung datang

Ternyata begini rasanya setelah menembak

Senin, 10 Mei 2010

SMS MISTERIUS

Seorang kawan lama muncul di tengah aktivitas rutin di siang hari. Tidak menampakkan wajah, tubuh atau senyum manisnya, tapi hanya lewat untai kata-kata yang jujur aku tidak menyadari kalau dia sudah mengalami perubahan besar dari segi intelektualitas dalam pemakaian bahasa.

Ah …. Seperti wajahnya sekarang ?
Semanis dan setegar dahulu ????
Aku harap demikian.

Awalnya siang itu ia mengajukan pertanyaan berkaitan dengan amaliah di bulan Ramadhan. Aku akan mencoba menuliskannya kembali, walau maaf tidak persis dengan isi aslinya (maklum sudah dihapus). Tapi akan aku usahakan esensinya akan tetap mengena:

“A … bagaimana hubungan suami istri di siang hari pada bulan puasa “

Aku tidak segera menjawab pertanyaan yang tiba-tiba muncul di hape tanpa ada identitas. Segera aku membalas, tapi aku menanyakan identitasnya.

“Ini Siapa ?’

“ini teman kecil Aa “ balasnya

“Iya siapa?”

“Masa Aa lupa, teman kecil yang pernah mandi bareng di kali”

“Teman kecil gw yang pernah mandi bareng di kali banyak”

“Aa aku kerja dulu ya, nanti dilanjut kembali” balasnya tiba-tiba setelah tadi sempat tertunda kurang lebih 15 menit tak menjawab.

Selang 2 hari ia tiba-tiba muncul kembali dengan pertanyaan yang lain.

“Aa.. kalau kita memberi uang kepada ibu tanpa sepengetahuan istri bagaimana hukumnya?”

“Ini siapa dahulu?” tanyaku semakin penasaran dengan sms dari nomor yang sama seperti kemarin hari.

“Aa ini teman kecil yang pernah Aa ajarin ngaji di mushola Nurus Sa’adah”

Ia kembali hanya memberi kata kunci, tapi tetap tanpa identitas.

“Boleh-boleh saja,, tapi lebih baiknya dibicarakan terlebih dahulu dengan istri. Ini untuk menjaga hal-hal yang tidak dinginkan di kemudian hari.”

“Terima kasih Aa”

Ia tiba-tiba menghilang kembali beberapa hari. Sampai kemudian muncul pertanyaan lain.

“Aa.. teman aku non mulim bertanya, kenapa orang Islam harus berpuasa, itukan sama saja menyiksa diri?”

Aku diamkan saja pertanyaan itu. Tapi tak lama muncul tulisan.

“Aa kenapa ga dijawab, aku ngga tahu harus menjawab apa kepada teman aku itu.”

Aku pun membalasanya.
“Gw ngga akan ngasih jawaban sebelum jelas identitas loe?”

Ia pun membalas
“Aa, jujur jawaban Aa akan merubah pandangan aku selama ini”

“Loe siapa dulu?” aku mulai terpancing emosi.

“Aku teman Aa yang ada di Kp. Benda”

Lagi-lagi ia hanya memberi kata kunci. Aku tak membalasnya. Ia pun begitu. Mungkin ia sedang mulai untuk bekerja seperti kemarin.

Tapi aku tak habis pikir. Ku kumpulkan semua berkas ingatan yang ada di kepala terkait seorang yang menulis sms misterius ini. Ia hampir tahu semua perjalanan kisah hidupku. Dari mulai mandi kali, ngaji di Nurus Sa’adah, sampai aku mondok di jawa selama 9 tahun. Aku terus berpikir mengingat semua daftar nama kawan-kawan. Sampai akhirnya, aku memiliki pada suatu kesimpulan yang menyakinkan diriku bahwa ini orang adalah sahabatku yang punya panggilan beken bernama Benjol. Ini terkait kata kunci terakhir di sms yang ia tulis kalau ia berada di Kp. Benda. Bagiku tak ada kawan lagi selain ia yang tinggal di daerah tersebut.
Segera saja ku tulis sms

“Loe Benjol ya ?”

Tak ada jawaban. Lama. Dalam beberapa hari. Hingga ia datang pada suatu tulisan yang menggunakan bahasa jawa dan terkadang bahasa Inggris di sms (aku lupa kata-kata jawa dan inggris yang ia tulis). Aku di buatnya bingung. Dalam pikiran, apa iya Benjol bisa bahasa jawa dan Inggris. Sms darinya tak pernah ku balas. Ini karena rasa dongkolku kepadanya karena ia tetap tak mau menyebut nama meski kupaksa untuk menyebutkanya. Bahkan pernah aku menelponya karena penasaran, tidak pernah ia angkat. Jelas saja aku dongkol.

Tapi justru ia yang meneror aku dengan Isi sms yang beragam. Bukan lagi pertanyaan tapi bernada teguran karena sikapku kepadanya. Misalnya saja:

“Aa lagi marah sama aku?”
“Kalau marah dalam Islam tidak boleh lebih tiga hari Lho”
“Aa ini udah hari ketiga “
“Aa udah maghrib”
“Abis penutupan pengajian ya Aa?”

Dan lain sebagainya. Aku masih tetap tidak menggubrisnya. Sampai pada suatu hari, seorang kawan ku suruh untuk menelponnya. Dan diangkat, tapi anehnya, suara yang keluar adalah suara yang mirip seorang banci. Sungguh menggelikan. Hilang sudah dugaanku bahwa ini adalah seorang Benjol. Aku jadi semakin cuek dengan isi sms yang ia kirim dengan beragam bahasa.

Sampai pada suatu hari, aku sempat mampir ke rumah Benjol untuk meminta tolong pada kakaknya membantu menjadi pengisi acara pada kegiatanku. Lantas teringat, segera aku meminta nomor hp milik Benjol. Dan pada akhirnya, setelah kulihat dan ku cocokkan ternyata hasilnya positif bahwa selama ini yang menerorku adalah seorang bernama Rahmat Taufiq alias Benjol. Aku pun tersenyum senang.

Walau aku sudah mengetahui siapa dalang sms gelap ini, aku tak mau memulai sms kepadanya, karena aku tadinya berjanji, selama ia tidak mau memberi tahu namanya maka aku tidak akan memulai atau membalas semua sms darinya.

Tapi rasa jenuh dan berdosa itu muncul. Apalagi kalau teringat kebaikan selama ini yang ia berikan selalu kepadaku. Segera saja ku ambil hp untuk memulai sms dan kutulis:

“Gw ga tau kalao ini tu loe, kenapa loe harus nyembunyiin identitas. Gw kangen banget ma loe. Loe guru kehidupan gw. Maaf kalau selama ini gw nga balas semua sms loe, karena gw ga yakin kalau ini adalah loe”

Ia tak merespon positif isi sms dariku, malah tak lama ia pun membalas, tapi anehnya, bukan soal identitas malah kata-kata sindiran:

“Ilmu yang bermanfaat ilmu yang disampaikan walau 1 ayat, neks time I want you help me .. oke”

Aku tak membalas smsnya, dan selang 1 hari tepatnya tanggal 25 Agustus 2009 ia mengirim pesan pertanyaan:

“A’ kenapa saat usia makin dewasa perasaan saat berbuka terasa kurang nikmat dibanding saat masih remaja...”

Aku pun menjawab
“Gw masih ga yakin kalau ini adalah loe?”

Ia pun membalas dengan membuka lembaran masa lalu
“Ingat ga saat kita mao kemping di tebing terus jadinya di depan rumah .. ha..ha .. kadang bayangan kecil kita saat bersama masih terngiang-ngiang”

Aku menyahut
“Fotonya ja masih ada .. ya udah, kapan punya waktu senggang? Kita ketemu sambil sharing,, karena ngga puas kalau kasih jawaban di sms”

Ia tak membalas. Sampai tulisan ini selesai aku tulis .
Huuuuuhhhhhh !!!!! lega kini hatiku !!!!!!!

Aku akan memperkenalkan sosok seorang bernama Benjol dalam sudut pandang sempit dari diriku yang kurang lebih hampir 15 tahun berteman (meski terkadang dipisahkan oleh jarak antara Depok dan Jawa timur)

BENJOL begitu teman-teman sebaya biasa memanggil. Aku ngga tahu pastinya kenapa ia bisa dipanggil demikian. Yang pasti, sejak zaman dahulu, kalau anak-anak kampung biasanya mempunyai nama-nama samaran sebagai panggilan beken. Sebut saja teman-temanku bernama Abel, Ciwil, Paijo, Q-cay, Ghompal dan lain sebagainya.

Nama sebenarnya Rahmat Taufiq. Ia Putra ke-5 dari 7 bersaudara. Ia tumbuh dan berkembang di Pitara. Kampung ku dan kampungnya juga. Meski sebenarmya ia keturunan anak Jakarta.

Wajahnya hitam manis. Ganteng lah bisa dibilang. Dulu ia gemuk. Cocok dengan postur tubuhnya. Tapi kini, ia agak kurus (terakhir aku ketemu bulan January 2009 di Sandra Depok, ia sedang menunggu jemputan untuk pulang dari kerja) ia seumuran denganku, hanya beda bulan.

Banyak hal yang ku suka dari sosok seorang Benjol. Dalam bergaul, meskipun ia terlihat polos ternyata ia memiliki keteguhan prinsip. Di samping itu, meskipun ia seorang yang pemalu, ia akan menjadi orang nomor satu untuk bisa membantu setiap urusan teman-teman. Apalagi jika ia diminta minta tolong, sepertinya ia pantang untuk menolak membantu.

Kini ia sudah menikah. Bahkan kabarnya sudah memiliki 1 orang putra. Uh… senangnya !! sebab ia sudah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang lelaki sejati. Jadi teringat pada waktu sd dulu. Aku sempat di comblangin oleh Benjol dengan seorang cewek yang hitam manis bernama … (sayang aku lupa namanya) ceritanya, Benjol terus memanas-manasi aku untuk segera menembak cewek itu, sebab katanya, ternyata cewek itu ada rasa sama aku. Aku dibuatnya Gr. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk melakukan penembakan di rumah mungilnya. he… he…

Yaaa…. Aku memiliki kenangan yang banyak terhadap sosok pria kalem ini. Andai saja ia masih tinggal dekat rumahku, mungkin kami berdua tak perlu repot-repot saling mengirim sms. Tapi apa daya, kami kini terpisah oleh jarak. semoga jalinan ini tetap terhubung walau hanya lewat sms. Benjol I miss you so much.







Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters