Kamis, 25 Maret 2010

MALAM MINGGU SAYU

20.30
Ini adalah minggu kedua aku malam minggu di dalam kamar. Aku hanya bisa menatap langit-langit sambil sesekali bermain gitar. Terhitung sejak tiga minggu yang lalu saat wanita yang paling aku sayangi dan cintai setelah ibu dan guruku secara tiba-tiba memutuskan hubungan secara sepihak. Aku tak merasakan ada badai sebelumnya. Bahkan tanda-tanda pun tidak. Angin kencang, gelas jatuh atau entahlah apa tanda itu. Tapi tiba-tiba ia memutuskan. Juga tanpa adanya alasan yang jelas. Tepatnya Malam minggu pukul 22.00 di taman tempat di mana pertama kali aku mengucap janji untuk bisa mencintai dan menyayanginya.

“Mungkin ini yang terbaik buat Aa dan Neng”. Begitu katanya sambil memainkan kedua tangan yang memegang botol aqua yang telah habis isinya.

“Tapi apa iya harus secepat ini Jeng?” Aku tetap memanggil nama kesayangan untuknya.

“Entahlah Aa..” Jawabnya pasrah. Ia berdiri tapi tak lama duduk kembali. Sepintas tampak keringat ada di wajah mungilnya.

“Kok Bisa begini ya..? padahal, perasaan Aa gak ngelakukan kesalahan ama Jeng?”

Ia menunduk lalu mengeluarkan tissue dari kantong celana jeansnya.

“Jeng serius dengan keputusan ini?” lanjutku setelah tidak ada komentar darinya.

Ia menganguk. Ringan dan pelan. Kedua matanya menerawang melihat bulan yang menjadi saksi atas keputusan ini. Ia tak berani menatap kedua mataku yang sedari tadi mengharap bertemu untuk saling berpandangan. Bagiku, bola matalah yang akan mengungkapkan keadaan seseorang sebenarnya. Tapi sayang, ia tak bergeming dari tempat duduknya dengan posisi menyamping. Ia seolah takut menghadap kearahku.

Aku berdiri lalu mendekatinya. Ku raih kedua tangannya. Ku rasakan kehangatan yang sejenak sebab ia mencoba menghindarinya. Aku menatap wajahnya. Dingin. Tak tega kulihat melihatnya.

“Sudahlah kalau memang demikian. Aa tidak bisa memaksakan perasaan Jeng. Kalau memang ini kemauan Jeng, Aa turutin, walau berat rasanya. Sebab jujur Jeng, Aa masih demen banget ama Jeng. Aa masih cinta tapi ….” tak terasa butiran putih keluar dari kedua mataku.

Ia lantas berdiri. Seolah takut terbawa suasana. Ia pergi menjauh dariku.

“Terima kasih Aa. Maafin Neng.. salam buat Emak dan Bapak di rumah”

Ia lari. Seperti telah melihat makhluk halus berwajah manusia, kencang. Kurasakan ia merasakan kepedihan yang sama denganku. Tapi apa boleh buat. Ku tendang botol aqua miliknya yang baru saja dibuangnya. Aku teriak sekeras mungkin. Tak peduli banyak orang melihatku. Aku belum puas. Segera ku ambil sepeda motor dan kutancap gas dengan kencang.

22.00
Aku ingin memejamkan kedua mata. Aku terus membolak-balikan tubuh di atas kasur tua milik nenek yang telah lama meninggal. Harapku, kalau aku bisa tidur, mungkin aku bisa melupakan sejenak kisah cinta dengan wanita bernama Neng Sari. Tapi aku tak bisa. Sumpah !! susah !. mungkin ini yang namanya rindu. Walau sudah bukan milik lagi, yang namanya masih cinta, sulit sekali untuk bisa melupakan. Jangankan menghapus wajahnya dari pikiran, menghilangkan namanya pun terasa sulit sekali.

Ah… betapa cantiknya dia ! berbaju pink dengan rambut panjang hitam terburai. Matanya berkilau mirip mata kucing di rumahku. Dia merenggankan kedua tangannya untuk bisa berpelukan. Saat hendak memeluknya, kurasakan aroma parfum khas wanita sejati. Aku terbuai di dalam pelukannya.

Pikiranku melantur kemana-mana. Segera ku hampiri lemari dan membuka lembar-lembar kertas cinta yang selama ini kami buat. Lembar-lembar kertas cinta ini tersimpan rapi dalam sebuah file khusus kertas surat yang datang darinya. Tidak banyak jumlahnya, sebab kami menggunakan fasilitas surat menyurat kalau hanya ada kebutuhan untuk saling memotivasi satu sama lain. Atau hanya untuk menambah bumbu perjalanan cinta kami. Jika mengalami kesuntukan dalam hubungan Selagi sering menggunakan telephone atau bertemu langsung.

Aku mencari satu surat yang benar-benar membuatku teringat masa lalu saat aku hampir jatuh dalam keterpurukan karena tak memiliki pegangan dalam hidup. Namun tertolong berkat isi surat itu. Aku pun menemukannya. Segera ku duduk bersila. Kubaca semua isi surat dari awal, sampai kutemukan barisan kata-kata yang sedang kubutuhkan:

Bila kita tiada lagi dalam kebersamaan
Karena terpisah ruang dan waktu
Tapi kita harus jalanin mimpi walau tak bersama lagi
Bahagia kita damaikan hati kita
Buat apa sedih?
Tangis tak mampu mengulangi lagi
Semua masa lalu di hati
Hanya lahirkan nestapa
Tapi bila waktu memihak kita
Mungkin kebahagiaan akan datang
Di masa yang akan datang
So.. pandangilah jalan kedepan
Tantangan dan kebahagiaan di hadapan
Kuatkan hati dan diri
Untuk melangkah dengan pasti.
Raih cita-cita dan harapan
Demi kamu, demi orang tuamu dan demi orang-orang yang sayang sama kamu
Aku akan selalu ada di sisimu
Untuk memberi spirit kamu
Dan aku tidak akan pernah berhenti
Dan merasa lelah untuk mengingatkanmu
Ingat ya sayanggg….
By… Your’s Love

Aku terharu membacanya. Kulihat tanggal surat ini dikirimkan, 01 Maret 2007. Berarti telah lewat dua tahun yang lalu. Masih jelas ia tersenyum manis saat minta komentar atas tulisannya itu. Dan aku hanya mampu mengucap:
“Indah sekali sayang….”

Ia tersenyum puas sambil berupaya mengecup tangan kananku. Tapi selorohku:
“Siapa yang buatin?”

Membuatnya tak jadi meneruskan tindakannya. Justru ia meninju tubuh mungilku. Aku tertawa. Ia pun tertawa. Lepas sementara beban yang kutanggung saat itu.

“Ah itu tempo dulu” kenangku sambil merapikan lembar-lembar surat yang telah kubaca.
Setelah itu aku rebahan kembali.

24.00
Ku petik senar-senar gitar secara perlahan. Kuharapkan kehadiran harmonisasi suara di tengah malam. Lirik-lirik syahdu menggugah hati milik para musisi terkenal Indonesia kunyayikan. Entah berapa lagu jumlahnya. Namun hati tetap tetap beku. Pikiran tetap tertuju padanya. Aku tak dapat konsentrasi. Lagu yang kunyayikan, tak pernah secara utuh kuhabiskan. Hanya setengahnya saja. Entahlah. Malam minggu ini, semakin malam perasaan semakin tak tenang. Selalu saja teringat akan dirinya.

Ku letakkan gitar warna hijau hitam yang masih tampak bagus, kado darinya saat aku menginjak usia yang ke 22 tahun. Ia membeli gitar untuk dijadikan teman olehku, jika menghadapi hari-hari yang suntuk. Ya… untuk refreshing githu. Saat-saat masih bersamanya (Neng) aku memang merasakan kegunaan gitar ini. Saat kangen atau suntuk, segera kunyanyikan lagu, lantas saja hati ini jadi tenang dan terhibur kembali. Tapi rupanya tidak untuk kali ini.

Maksud hati untuk memperoleh kedamaian dan menghapus kejenuhan malam dengan memetik gitar, tak kutemukan. Sehingganya aku hanya bisa kembali rebahan. Perhatian kutujukan kepada handphone esia yang terbaring di sebelahku. Segera kuraihnya. Kubuka folder daftar panggilan. Ku cari nama Neng Sari (aku tak lagi menulisnya dengan nama panggilan sayang “Jeng”). Masih ada di deretan no 3 dari urutan nama yang berinisial awalan huruf N. Lama kupandangi nama itu. Dan aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Tiba-tiba kuletakkan kembali handphone di sisi bantal guling. Aku jadi ingin memejamkan mata saja. Kupejamkan kedua mata segera. Selimut hijau, ku letakkan tepat di atas kedua mataku. Berharap dengan bantuan tutupan dari selimut hijau aku bisa tertidur malam minggu ini dengan nyaman. Tapi masih tak bisa. Aku hanya bergulingan mencari posisi yang nyaman. Sampai akhirnya aku bangun dan duduk merenung diri. Ada apa ini?

Akhirnya ku putuskan tangan kanan memegang handphone. Hati kecilku menyuruh untuk menulis sederet untaian kata-kata untuk Neng Sri. Segera ku buka folder kotak pesan. Lalu ku tulis pesan singkat untuknya: “I still love U, I Hope don’t leave me. 5fin atas smua keslhan Q ya.. n mkasih kamu udah trus nyakitin n matiin cinta ini. Tp aku akan slalu memaafkan. Miss U !! the last, please help me.. to can sleep this night !!!”

Lega hatiku.




Senin, 01 Maret 2010

DOA ULANG TAHUN


Puji syukur pada Tuhan yang merajai alam semesta.

Umurku bertambah lagi. Satu tahun tambah tua. Waaddduuuhhh …. !

Apa yang bisa aku banggakan dari umur sebelumnya. Untukku, dan untuk orang-orang yang sayang padaku. Entahlah ! Cuma orang lain yang bisa dan pantas menilai. Apakah aku termasuk pribadi yang sudah membanggakan untuk orang lain atau malah justru sebaliknya. Sebab penilaian dari orang lain akan bersifat obyektif, sementara kalau aku sendiri yang menilai, khawatir penilaian sangat-sangat subjektif. Ngga fair gitu.

Menyikapi pertambahan umur, tentu aku tak boleh lagi melakukan hal-hal buruk yang pernah dilakukan pada masa lalu. Perbuatan atau pekerjaan yang selayaknya berdampak mudhorat atau celaka untuk pribadi atau orang lain segera harus dijauhi dan dibuang. Tidak boleh dipelihara, apalagi sampai dikembang biakan menjadi ‘karakter’ diri. Bisa amat membahayakan di kemudian hari.

Dan tepat dua hari menjelang hari jadiku, aku diajarkan pelajaran moral oleh orang tercinta bernama Emak (ibu) mengenai sikap cinta sesama, menjalin silaturrahmi, merekatkan tali persaudaraan, juga semangat pengorbanan bagi orang lain.

##

Lepas melewati hari yang menyenangkan. Malam ini aku belum terlelap. Baru saja pulang dari menjenguk saudara yang terkena musibah sakit buang-buang air besar, bersama Emak

Emak berencana menginap di rumah sakit tersebut. Menemani sang sahabat yang tergeletak lemas tak berdaya karena penyakitnya. Baru saja tadi saat datang, ia terbatuk-batuk lalu muntah terus, mengeluarkan seluruh makanan yang berada dalam perutnya. Naudzhubillah. Sungguh menyakitkan keadaan tersebut.

Puji syukur kepada Tuhan atas segala kuasanya memberikan kesehatan kepada kita semua, terlebih untuk diri pribadi

Aku meninggalkan Emak yang sedang menuggui sang sahabat sambil menonton TV. Aku berpamitan kepada semua orang yang ada di dalam kamar. Ku dekati Emak dengan mencium telapak tangan kanannya untuk berpamitan pulang. “Awas .. ati-ati di jalan” begitu pesan singkatnya.

Aku merasa terharu mendengar dan melihat wajahnya. Bukan karena apa? Hari ini Emak mempunyai jadwal aktifitas yang amat padat. Jam 08.00 ia sudah berangkat mengaji setelah beres-beres rumah. Pulang sebentar jam 12.00, lalu pergi lagi menghadiri undangan walimatul ‘arusy dari seseorang yang menetap di Depok. sampai di rumah menjelang maghrib. Tak lama ia pun memasak nasi. Jam 19.00 ia memintaku mengantarnya pergi menjeguk sekaligus menginap di rumah sakit tempat sahabatnya di rawat. Subhanallah !!!

Ia tak mengeluh kecapaian. Padahal tubuh kurusnya dari pagi belum bisa beristirahat secara nyaman. Dan kini ia justru rela dan tulus menemani sang sahabat untuk sekedar menghibur dan mendoakan semoga lekas sembuh. Aku yakin, namanya menemani orang sakit, pasti akan sedikit tidur alias begadang. Padahal, ia besok harus tetap menjalani aktifitas rutin hari senin.

Aku tersenyum bangga membayangkan sosok wanita kecil yang satu ini. Mudah-mudahan kini ia bisa rebahan untuk sekedar menghapus rasa lelah dari aktifitasnya tadi.

Semangat pengorbanan, ketulusan, kasih sayang, silaturrahmi dan persaudaraan

Ia ajarkan secara tidak langsung kepadaku. Ia memberi ruang inspirasi yang baik untuk berbuat hal yang sama pada siapapun.

Aku bangga … aku salut …

Empat jempol pun kupersembahkan untuk Emak, selain tentunya doa dan perbuatan-perbuatan baik yang dapat membuatnya tersenyum dan bangga melihatnya.

Semoga !!

##
Sungguh tidak terasa. Aku bertambah umur semakin tua. Tak banyak harap dan doa. Hanya saja semoga Tuhan memberiku umur panjang. Karena masih banyak hal yang ingin aku perbuat, terutama tanggung jawab kepada keluarga (Emak dan Bapak).

Kini aku harus lahir kembali dengan semangat penuh gairah berbuat yang terbaik.

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters