Kamis, 24 Desember 2015

Disiplin Tepat Waktu

Konon katanya, salah satu pintu kesuksesan harus memiliki disiplin waktu. Banyak contoh nyata tokoh-tokoh atau karakter warga satu bangsa yang memiliki disiplin waktu, ke depannya menjadi sukses. Tentu dengan ukuran sukses secara umum, bukan sukses dengan ukuran masinh-masing.

Nah, ngomongin disiplin waktu bagi para pekerja sejatinya kita bisa mencontoh manajamen waktu yang dilakukan oleh para wartawan. Terutama wartawan pemburu berita dari narasumber.

Perhatikan di televisi kinerjanya !

Kebanyakan mereka akan datang lebih awal dibandingkan dengan narasumber. Coba-coba mereka tidak disiplin waktu dengan berleha-leha, bisa dipastikan nol persen yang didapatkan dari narasumber.

Bukan sepuluh atau dua puluh menit sebelum narasumber datang mereka menunggu, satu jam bahkan lebih mereka datang lebih awal dari pada narasumber.

Ini contoh positif yang wajib kita tiru.
Ketepatan wakfu, atau bahkan sebelumnya kita bersiap-siap akan menjadikan kita karakter yang berkepribadian bahwa waktu sangatlah berharga.

Tidak perlu menunda-nunda apalagi sampai menyia-nyiakan wakfu jika ingin kita tercatat sebagai pribadi yang sukses.

Semoga

Rabu, 23 Desember 2015

Cinta Buku

Senang banged kalau udah ketemu buku, apalagi jenis novel, itu paling kunikmati. Setiap berkunjung di sebuah lembaga pendidikan, pertanyaan utamaku adalah di manakah letak perpustakaannya?
Kalau sudah ketemu, bisa lama aku di dalam perpustakaan.

Pun jika aku berada di pusat perbelanjaan.
Toko buku menjadi kewajibanku untuk dikunjungi. Liat-liat aja seh, maklum harganya mahal-mahal belum sesuai standar isi dompetku. Kecuali ada buku yang berasal dari penulis idolaku semisal, Tere Liye, Ayu Utami, Dewi Lestari, Emha Ainun Najib, Sapardi dan yang lainnya, maka tanpa ragu biasanya uang keluar begitu saja dari dompet. Hehehehe..

Mentok, biasanya beli buku second. Kalau di Gramedia Depok adanya di dekat parkiran. Di situ tersedia berbagai jenis buku dengan harga 'miring'. Bukunya masih baru, bahkan ada yang bersampul plastik. Cuma biasanya buku stock lama yang mungkin masih menumpuk di gudang penerbit. Makanya di jual dengan harga miring.

Selasa, 22 Desember 2015

Efek Berfikir Positif

Al-hamdulillah..

Hari ini aku masih bertahan.
Kekhawatiran di awal-awal tahun, terkikis seiring berjalannya aktivitas normal dilandasi keikhlasan dan kesabaran.

Al-hamdulillah..

Semoga bertahan hingga di penghujung usia. Aamiin.
Yang menjadi pelajaran adalah sikap sabar dan ikhlas harus tetap dijaga dengan berlandaskan pikiran-pikiran positif.

Aku sungguh merasakan kedahsyatan energi dari berfikir positif. Belum mencapai 100% seh, tapi proses yang sedang berjalan tuk menjadi pribadi 'positif' sungguh aku nikmati.
Selain berdampak pada tumbuhnya sikap sabar dan ikhlas, berfikir positif menjadikan lebih memiliki energi positif lain semisal percaya diri, dan yakin. Aku bahagia dengan keadaan ini.

Al-hamdulillah..

Untuk kedepannya, aku ingin menjadi agent untuk berfikir positif bagi orang-orang lain. Mereka harus bisa merasakan energi positif dan kebahagiian seperti yang aku rasakan.

Jiwa-jiwa resah, gelisah juga pesimis diubah menjadi jiwa-jiwa tenang, damai, juga optimis. Salah satunya dengan menyebarkan virus berfikir positif. Dan itu adalah aku.

Aku bisa melakukannya.

Senin, 21 Desember 2015

Berjiwa Besar; BISA

Faktanya demikian.

Banyak.cowok lebih memilih mengalah saat berdebat dengan pasangannya.

Tadi pagi Delta FM memberikan bukti meski hanya berdasarkan beberapa orang yang menelepon. Semuanya, baik penelepon cewek maupun cowok mengakui bahwa saat berdebat cowok banyak mengalahnya, dengan berbagai macam alasan.

Aku pun mengakui itu.
Bukan bermaksud merasa benar sendiri. Pun bukan bermaksud membanggakan diri.

Demi menjaga keutuhan dan kenyamanan hubungan, salah satu dari pasangan harus ada yang mengalah. Terlepas dari pihak cewek merasa dia dulu yang lebih mengalah. Hubungan tanpa perselisihan atau perdebatan juga tak mungkin adanya. Semua orang yang memiliki hubungan baik dengan orang tua, keluarga, teman, bahkan kekasih pasti mengalami masa masa perselisihan. Karena itulah hukum alamnya.

Kita ngga bisa menghindari. Mencegah mungkin. Karenanya mengalah atau bahasa kerennya berjiwa besar, mutlak dimiliki oleh masing-masing individu demi terciptanya kelanggengan hubungan.

Yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimanakah mencipta diri menjadi pribadi berjiwa besar? Bagaimanakah terus bertahan menjadi pribadi berjiwa besar?

Bismillah...
Aku bisa..
Aku bisa berjiwa besar untuk menghadapi semua masalah.

Minggu, 20 Desember 2015

Pribadi Ikhlas; Harus

Keikhlasanku sedang goyah.
Diterpa keinginan nikmat sesaat atas dasar iri hati. Astagfirullahal 'adziim..

Lindungi ya Allah
Jauhkan hamba dari penyakit hati berbahaya ini, yang mampu merusak sistem 'keistiqomahan'  yang sudah ku bangun selama ini.

Bimbing ya Allah
Untuk melepaskan diri dari penyakit hati terkejam ini.
Apapun caranya, keikhlasan harus tertanam dan menjadi modal abadi saat beraktifitas. Sebab dengan itu kesombongan diri bisa dihindarkan.

Astagfirullahal 'adziim..
Lindungi aku ya Allah..
Jaga dan bimbinglah diri menjadi pribadi ikhlas lahir bathin menjalani semua ketentuan-ketentuan yang ada.

Ikhlas bikin nyaman

Ikhlas bikin ringan

Ikhlas bikin tak ada beban

Ikhlas bikin semua menyenangkan

Ikhlas bikin semua orang senang

Apalagi Tuhan

Ikhlas dengan apa yang terjadi

Yakin..

Bakal dapat kebahagiaan

Dunia plus akhirat.. aamiin

Sabtu, 19 Desember 2015

Fokuslah...

Fokus. Inilah kuncinya. Kalau dalam bahasa agama, aku bisa menyamakan dengan makna 'istiqomah', yaitu perbuatan yang dilakukan secara berkesinambungan alias berkelanjutan.

Keberhasilan akan didapat jika kita sudah mengamalkan ilmu fokus. Walaupun banyak halangan juga rintangan tetap berjalan sesuai dengan cita dan angan.

Ilmu fokus harus ku kerjakan. Fokus untuk perubahan lebih baik. Fokus untuk keberhasilan yang dicapai. Fokus agar semua cita-cita dapat diraih.

Ramadhan lalu aku kalah. Salah satu penyebabnya adalah kurang fokus dari semua yang sudah direncanakan. Segala niat dan planning menjadi berkas liar karena tak terjamah oleh mata apalagi tangan, astahfirullah.

Celakanya ini selalu berulang.

Kebodohan dan nafsu yang tak terkendali menjadi penyebab utama kehilangan fokus untuk berpindah sesuai rencana. Karenanya kedepan tak boleh lagi terulang. Fokus, harus dijalankan. Apapun resikonya. Karena itulah kuncinya.

Aku mudah goyah
Aku gampang terlena
Tapi aku juga bisa.fokus
Yakin... fokus untuk lebih baik

Bismillah...

Rabu, 16 Desember 2015

Cerpen: Dicari Para Pengkhianat Negeri


Sekarang, ini adalah rumahku. Rumah istimewaku. Tak boleh ada yang tahu. Termasuk orang tua, istri, anak, apalagi kawan-kawanku. Bila perlu syetan, jin, iblis bahkan malaikat ngga boleh ada yang tahu. Yang coba-coba memberitahu, dia akan merasakan akibatnya kelak dariku. Tak peduli siapapun dia.

Awalnya aku adalah “Tuan” dari sebuah Negeri. Penguasa yang memiliki pengaruh luar biasa kepada siapapun. Apapun kehendakku segera harus terpenuhi. Yang  coba menghalangi pasti dia kan tahu akibatnya. Sebab aku adalah orang paling berpengaruh, sampai yang Mulya pun tunduk kepadaku.

Hingga pada suatu hari…

Aku berlari. Mencoba menghindar dari semua serangan sebagian orang yang datang tiba-tiba untuk memburuku saat aku sedang asyik berjoging ria. Bebatuan kecil dan besar menjadi senjata para pemburuku.
Aku menghindar berlari menuju gang sempit. Mereka mengejar, tak lagi melempar tapi membawa kayu dan senjata tajam. Beringas, semua yang menghalangi langkah mereka segera di singkirkan. Aku terus berlari dengan berbagai pikiran mencari keselamatan.

Aku menemukan tempat persembunyian. Di sudut gang terdapat kotak plastic berukuran sedang. Bau busuk yang menyengat ku tahan sebisa mungkin. Yang penting aku selamat. Umpatan terdengar nyaring dari mereka yang memburuku.

“Pembohong…. Dimana kau bersembunyi..?”

“Penjilat… keluarlah… kau pasti kami temukan..?”

“Pengkhianat… kau tak akan kami bebaskan…”

Bergidik aku mendengarnya. Dengkulku gemetar. Nafasku memburu karena rasa takut dan bau busuk disekitarku. Aku ingin menangis, tapi ku tahan. Khawatir terdengar oleh mereka para pemburuku. Aku hanya bisa terdiam seorang diri.

Dimana mereka yang selama ini bergembira ria denganku? Kemana mereka di saat aku butuh pertolongan? Apa yang sedang mereka lakukan di luar sana? Apakah keadaan mereka sama seperti yang aku alami kini? Aaaaaahhhh……

Makian-makian di luar tempat persembunyianku mulai mereda. “Semoga mereka segera pergi jauh dan meninggalkan tempat ini.” Doaku dalam hati.
Aku tak tahan dengan bau busuk ini. Aku tersiksa dengan tempat kumuh ini. Aku ingin segera keluar dari tempat persembunyian sempit ini. Aku segera ingin keluar dan kembali menikmati bahagia dengan segala fasilitas mewahku. Secepatnya.

Tapi sayang harapan itu musnah. Keinginanku tuk segera keluar hilang saat terdengar ucapan dari seorang pemburuku:

“Tiga orang jaga gang ini. Kalau si Pengkhianat rakyat itu lewat atau keluar dari gang ini, habisi saja. Tak perlu dikasihani. Rakyat tidak membutuhkan pemimpin ‘bangsat’ yang cuma bisa menyengsarakan dan menyakiti rakyat. Yang lain ikut aku. Kita cari “orang-orang” yang sama bejatnya dengan si penjilat itu. Semuanya harus kita habisin demi tercipta Negeri sejahtera.”

Aku menangis dalam hati. Tak tahu harus bagaimana lagi.

Sekarang, ini adalah rumahku. Rumah istimewaku. Tak boleh ada yang tahu. Termasuk orang tua, istri, anak, apalagi kawan-kawanku. Bila perlu syetan, jin, iblis bahkan malaikat ngga boleh ada yang tahu. Yang coba-coba memberitahu, dia akan merasakan akibatnya kelak dariku. Tak peduli siapapun dia.



Cita Gita

Segala Puji Bagimu Ya Allah, Tuhan Sekalian Alam

Siang ini udara panas sekali. Aku berlari menyusuri pematang sawah yang telah habis masa panennya. Banyak sekali berserakan sisa-sisa padi yang kemarin baru saja telah dipanen dan langsung digiling sebelum dibawa ke koperasi desa untuk di pasarkan.

Aku tak mau berhenti, walau terdengar suara teman-teman yang mengajak untuk berteduh sambil istirahat setelah berlari tak henti dari halaman sekolah. Aku berlari terus dan tak peduli. Sekilas aku menoleh untuk melihat mereka sebelum langkahku jauh meninggalkanya. Mereka tertawa. Tomi, teman kelasku yang bertubuh tambun alias mirip gentong rupanya sedang asyik di godai sama teman-teman. Meraka mengelitiki Tomi yang sedang duduk istirahat mengambil nafas. Denis si bocah kurus kecil nan usil terlihat tertawa geli karena sudah membuat Tomi ketakutan untuk dikelitiki.

Aku iri melihat mereka. Tapi aku harus bagaimana? Ada yang harus aku kerjakan setiap pulang sekolah, dan itu tidak boleh aku tinggalkan. Sebab ibu sering marah jika aku tak mematuhi peraturan yang telah dibuatnya. Maklum aku adalah anak tertua dari tiga bersaudara. Kedua adikku, Noni dan Nana masih berumur 8 dan 6 tahun. Mereka sangat kecil untuk memahami keberadaan dan kondisi yang harus dihadapi kami sebagai satuan keluarga. Mengingat itu, aku segera pergi dan berlari sekencang-kencangnya.

##

Tuhan Pemilik Cinta, Tuhan Penebar Kasih


Ibu sedang melayani pembeli. Hari ini ramai sekali. Tidak seperti dua hari kemarin, Ibu hanya bengong menunggu kedatangan para pembeli rujak dan gado-gado dagangannya. Mukanya cemberut dengan mimik yang lucu. Sesekali senyum kalau melihat putera dan puterinya, mungkin ia bermaksud menghibur atau mencoba menunjukan suatu sikap bahagia padahal sebenarnya tidak. Tapi itulah Ibu. Tetap semangat dengan semua kondisi yang ada.

Ia memanggil serta mengagetkanku yang sedang asyik melamun mengingat hari kemarin. Diperintahkannya aku untuk mengambil sayuran untuk gado-gado di dalam rak makanan. Rupanya, sebagian sayur di luar telah habis. Untung masih ada cadangan. Sehingga ibu masih tetap berjualan meski hari menjelang petang.

“Gita… ibu senang hari ini”
Ia memulai pembicaraan setelah warung tampak sepi dan tinggal kami berdua.

“Gita juga senang kalau melihat Ibu senang”.
Ia mengusap kepalaku. Tangisnya tadi malam saat bermunajah kepada pemilik alam, terbayar hari ini. Ia terus mengembangkan senyum.

“Kamu kalau mau main, pergilah…! Tapi jangan lupa ajak adikmu Nana. Biar Noni sama ibu di sini menunggu warung. Tanggung tinggal sedikit lagi habis”

“Tidak Bu, biar Gita di sini saja menemani Ibu. Gita ga mau melihat ibu kerja sendirian”.

“Kamu memang tidak mau main sama Meta ?”

“Ngga..!”

“Ooo.. ya sudah kalau gitu !”

Aku memandangi wajah Ibu. Ia tampak kelihatan lebih tua dari umurnya. Mungkin karena harus menanggung beban hidup. Karenanya ia banyak pikiran. Tapi biarlah, yang penting Ibuku tetap terlihat cantik dan ayu. Wajahnya bersinar karena sering dipoles oleh air wudhu. Aku ingin seperti dirinya. Mempercantik diri dengan yang alami, sesuai perintah kanjeng Nabi.

##

Rinduku padamu ya Robbi…

Suara jangkrik terus bersahutan terdengar merdu. Aku tidak memiliki televisi, tapi cukuplah suara jangkrik itu sebagai penghibur hati atas keresahan yang membelenggu diri sejak pulang sekolah tadi. Apa coba yang harus aku katakan pada Ibu nanti? Aku tidak tega, sungguh ini memberatkan. Tapi aku juga membutuhkannya? Oh Tuhan Robbul ‘ijjati, tolonglah hambamu yang sedang bingung ini. Ucapku lirih.

Aku meneteskan air mata. Terdengar alunan suara seseorang membaca al-quran. Merdu sekali. Bacaan Makhorijul hurufnya betul, tajwidnya betul, suaranya syahdu. Oh indahnya…. Aku jadi terhanyut, terbuai oleh keindahan mu’jizatnya. Terasa terobati hati yang gundah gulana ini. Akhirnya dapat terlupakan dalam keheningan.

##


Hanya kepadamu aku memohon, kabulkan ya Robbi….

“Ngga apa-apa, bawa ini Gita. Jangan pikirkan untuk Ibu. “

“Tidak Ibu, Gita tidak mau. Biarlah Gita cari sendiri. Ini untuk modal Ibu saja. Kalau Gita pakai, bagaimana dengan nasib jualan Ibu?”

“Kamu bicara apa Gita? Jangan bicara seperti itu?, sudah pakai saja ini”

Aku menangis. Tak tahan melihat wajah baik Ibu. Sungguh aku tak berani membayangkan bagaimana jika uangnya aku pakai, bagaimana dengan jualan Ibu ? karena ini adalah modal satu-satunya. Ibu paling tidak suka kalau meminjam dari orang lain.

Baginya, selagi kita mampu untuk menghasilkan sendiri, jangan pernah minta bantuan orang lain. Pelajaran moral ini yang sekarang aku sedang dilaksanakan, tapi Ibu tidak menyetujuinya. Baginya, aku belum saatnya mencari uang sendiri di masa sekolah ini. Biar Ibu yang mencari sendiri.
Tetap saja kutepis uang pemberian Ibu. Bagiku, pekerjaan yang sudah kulakukan selama dua minggu ini, sedikit membantu untuk tambahan pembayaran uang ujian akhir. Sisanya aku akan cari lagi. Aku menjelaskannya kepada Ibu.

Kini giliran Ibu yang kulihat menangis. Ia kaget dan bingung, kenapa aku bisa melakukan hal itu tanpa memberitahukannya, mungkin itu pertanyaan yang ada di benak Ibu. Aku mencoba mengira-ngira. Sebab Ibu tak banyak bicara setelah mendengar penjelasanku tadi selain menangis.
Aku jadi tak enak hati. Kudekati Ibu dengan mencoba menghiburya.

“Ibu ngga usah khawatir, Gita bisa kok mengerjakan ini semua”
Ibu tetap diam. Ia hanya sesunggukan menahan tangis.

“Kan Ibu pernah bilang sama Gita:”Kalau kita harus mengerjakan sendiri pekerjaan yang bisa kita lakukan tanpa minta pertolongan orang lain”. Gita kan sudah besar, iya kan Ibu?”
Ia mengangguk.

“Cuma Gita minta maaf, karena sekarang tidak bisa menjaga Noni dan Nana full seperti dulu lagi setelah pulang sekolah.”

Ia mengusap sisa-sisa air mata di kedua pelupuk matanya. Sepertinya ia sudah bisa menguasai emosi.

“Tapi kau tidak boleh melakukan ini semua sampai nanti nak, cukup untuk satu bulan ini saja”
Aku mengangguk mengiyakan, walaupun sebenarnya aku telah tekan kontrak 6 bulan lamanya untuk bekerja pada Ko Siem sebagai pencuci laoundry. Bagiku, itu masalah nanti saja, yang penting sekarang Ibu mau memahami kenapa dua minggu ini aku pulang terlambat dan terlihat lelah sekali setiba di rumah.
Aku memeluk Ibu. Ingin kurasakan kehangatan yang telah lama hilang karena keegoisanku meninggalkannya untuk mencari uang.

Ibu membalas pelukanku. Hangat terasa menyebar ke seluruh tubuh. Semangat dan motivasi seolah tersalur bersama pelukan hangat.

Aku ingin menjadi seperti Ibu. Merawat, mendidik, menjaga, mengasihi dan menyayangi semua anaknya dengan setulus hati. Doa kecilku dalam hati.

(sudah di publikasikan di http://www.kompasiana.com/fiksi.kompasiana.com/cita-gita_566e3b8326b0bd1805a9ceb6 )

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters