Rabu, 29 Maret 2023

Menjadi Jurnalis Idealis atau Zona Nyaman?

Pelatihan hari terakhir (dokumen pribadi)

Dkil's- Di suatu waktu saya pernah mengikuti sebuah pelatihan jurnalistik di sebuah lembaga pendidikan yang berada di kota Depok, tepatnya di pondok pesantren Al-Hamidiyah. Pak Abdul Kholis selaku mentor pada kegiatan kali ini mengawali pelatihan dengan senam logika. Beliau memberikan sebuah cerita yang perlu dibedah dan dijawab oleh peserta khusunya para santri.

Di sebuah hutan seluruh penghuni mengadakan pertemuan di rumah Raja hutan yaitu Singa. Yang terakhir datang adalah 9 ekor kancil. Namun sebelum datang mereka harus melewati sungai yang di dalamnya terdapat buaya-buaya yang siap menerkam siapa saja yang melewati sungai.

Pertanyaannya, "Bagaimanakah cara 9 Kancil melewati sungai dengan aman untuk bisa sampai ke rumah Singa?"

Begitulah kurang lebih isi cerita dari Pak Abdul Kholis untuk memancing peserta pelatihan berfikir, main lagika.

Bagi Dewan Guru mungkin ini pertanyaan biasa, tapi tidak bagi santri tentunya. Lumayan lama bisa melihat dua anak santri putri untuk mencoba menjawab. 

Santri putri pertama, gagal menjawab. Kurang percaya diri untuk mengeluarkan jawaban yang dimiliki. Santri putri kedua, mampu menjawab dengan betul permainan logika tersebut. Ia pun mendapatkan hadiah dari Pak Abdul Kholis.

Pelatihan kali ini berlangsung santai bahkan cenderung membosankan karena hanya mendengarkan penjelasan retorika terkait materi dasar- dasar jurnalistik dan kode etik jurnalistik.

Pelatihan mulai mengasyikan saat dibuka sesi tanya jawab. Pertanyaan-pertanyaan berbobot pun muncul dari peserta pelatihan yang berasal dari para guru. Salah satunya pertanyaan, sebaiknya saat kita menjadi seorang Jurnalis, tipe apa yang ideal untuk dilakukan? idealiskah atau Jurnalis yang asyik di zona nyaman? maksudnya hanya menulis berita di kantor, gajian, lalu selesai. Kalau diibaratkan anak kuliah mungkin disebut KUPU-KUPU (Kuliah-Pulang).

Memang tidak dipungkiri. Sekarang ini media sangat banyak sekali. Terutama media online. Menulis berita tidak lagi menjadi sesuatu yang berat. Semua orang bisa bebas menulis apa yang dilihat baik secara langsung maupun dari sumber tak langsung.

Misalnya sekarang banyak kita temukan media yang menulis berita hanya berdasarkan cuitan dari twitter, atau melihat video di instagram atau youtube. Tanpa lagi mengkroscek secara langsung kepada narasumber.

Bahkan di media online pun kita bisa melihat berita-berita yang secara kode etik jurnalitik salah (Cenderung cabul/vulgar dan sadis dalam menulis berita). Misalnya judul yang terlalu bombastis dan vulgar. Ini tentu sangat menyedihkan.

Tak jarang kita juga sering menemukan tulisan yang mengarah kepada berita hoak atau bohong. Menggiring pembaca untuk mengikuti alur cerita yang dibuat oleh sang penulis berita. Terlepas dengan motivasi tujuan dari penulis.

Karenanya selaku penulis pemula, sudah selayaknya belajar untuk mengikuti kaidah penulisan berita yang sesuai kode etik penulisan. Ini tentu dengan harapan, pembaca kelak memperoleh informasi secara benar dan mencerahkan sehingga bisa menciptakan kehidupan lebih baik.

Tidak ada komentar:

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters