Sabtu, 22 Mei 2010

BUKAN TRANTIB BIASA

Hampir saja aku berbuat nekat marah untuk menolong seorang anak kecil. Aku terbawa emosi sesaat untuk menduga bahkan memfitnah bahwa seseorang akan melakukan perbuatan jahat.
Audzhubillah …

##

Miris melihatnya

Ia hanya mengenakan celana kolor kotor tanpa pakaian atasan sekalipun kaos oblong kusam sebagaimana dikenakan orang-orang sepertinya.

Sekilas wajahnya memancar kesedihan. Tapi tidak, lama diamati ia tampak wajah imut orang yang bergembira. Mulutnya menggumam. Bersenandung lirik lagu yang juga kuhafal, milik band Iwan Fals berjudul Tikus-tikus kantor.

Ia membentangkan Koran layaknya sprei di pinggir toko penjual plastik yang sudah tutup. Menata sedemikian rupa barang bawaan agar bisa masuk pengawasan kedua mata bening miliknya. Dua kantong plastik hitam, entah apa isinya. Tangannya terampil mengerjakan itu semua.

Setelah melewati waktu 15 menit berbenah diri kini ia menghela nafas panjang. Memanjatkan syukur atas apa yang telah ia kerjakan. Sejenak dipandanginya suasana di sekitar. Sepi. Hanya ada beberapa orang yang masih terlihat berlalu lalang dengan tatapan dan pikiran cuek. Acuh. Tak satupun ada yang menegurnya.

Direbahkan tubuh mungilnya. Kedua tangannya dijadikan bantal menopang kepalanya. Ia terpenjam sesaat. Namun, melek lagi. Tampak kecemasan di raut muka lelahnya. Kepalanya celingukan kekiri kekanan. Tapi ia tidak menemukan apa yang dikhawatirkannya. Kembali ia merebahkan diri. Menghalau segala keluh kesah. Mengharap kenyamanan dan obat kantuk yang maksimal. Tapi ….

##

Aku mengamatinya pada jarak kurang lebih 5 km dari arah tempat tidur anak tersebut. Tak sadar aku mendapati tingkah polah anak itu pada pukul 02.00 wib setelah aku tadi bertengkar hebat dengan sang pujaan hati.

Aku duduk di atas motor tuaku Vega R tahun 2003 dengan warna kendaraan hitam. Aku lari menyendiri di jembatan fly over arah menuju Margonda Depok. Awalnya, aku berniat memandang aktifitas pasar dan terminal yang terletak tepat di bawah fly over. Tetapi wajah kurus dan kumel seorang anak kecil akhirnya menjadi perhatian setelah tadi ia menolong seorang anak kecil yang dikeroyok dan dihajar rekannya dengan sebab yang aku tak tahu pasti.

Sekarang ia masih terbaring lelap. Kecemasannya beberapa menit yang lalu terjawab kemudian. Ia dibangunkan tiba-tiba oleh kurang lebih 5 orang Bapak-Bapak dengan atribut rompi dan pakaian rapi. Satu orang terlihat membwa video shooting.

Aku sungguh tak tega melihat anak tersebut yang kaget bukan kepalang ketika tersadar dari tidurnya mendapati sekeliling ‘kamar tidur’ miliknya penuh dengan orang yang tidak dikenalnya satupun.

Reflek setelah benar-benar sadar, ia bergerak ingin melarikan diri. Namun tangan-tangan kekar menahannya. Aku bergerak maju. Ingin memperjelas pemandangan yang menggangu pikiran dan siap melakukan pembelaan jika sang anak dijahati. Kudapati anak itu diam dan ketakutan. Seorang bapak mencoba berbicara pelan dan lembut. Sementara yang lain menunggu. Aku terus mendekat, sampai akhirnya kudengar suara laki-laki itu.

“Tenang aja, kami bukan trantib. Kami hanya petugas sensus tuna wisma. Kami mau menjalankan tugas mendata orang-orang seperti kamu. Jangan takut, nanti kalau selesai kamu boleh lanjut istirahat.”

Sang anak diam. Mungkin ia belum mengerti penjelasan bapak yang kutaksir berumur 34 tahun. Tapi saat petugas mulai mengajukan pertanyaan ia bisa menjawab. Meski terdengar lirih.
Aku mundur dan mengawasi terus aktifitas mereka. Huh … kirain !.



Tidak ada komentar:

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters