Rabu, 06 Mei 2009

ORANG TUA DHOLIM, ANAK DURHAKA

Dkils- “Nakal”. Itulah yang selalu dilontarkan orang tua ketika melihat anaknya melakukan sesuatu diluar batas kemampuannya yang berkonotasi pada perbuatan buruk. Dimarahi, dijewer, dicubit, ditampar, dipukuli, dikurung bahkan sampai ada yang ekstrim hingga dibunuh akan dilakukan orang tua jika anaknya melakukan hal-hal yang biasa disebut nakal tersebut.

Aneh memang di zaman modern seperti ini, kalau masih ada orang tua yang masih melakukan hal-hal tersebut diatas. Dikatakan aneh, karena sekarang bukan lagi zaman tempo dulu yang mengurus dan mendidik anak berdasarkan pengalaman saja. Sekarang banyak anjuran-anjuran baik melalui tulisan di media masa, media elektronik, seminar bahkan sampai ada ilmu pengetahuan yang mengajarkan bagaimana kita orang tua bersikap dan mendidik anak dengan baik. Yang tidak membawa kepada penderitaan anak. Baik untuk dimasa sekarang ia “dihukumi” atau masa pasca dihukumi (jadi dewasa dan orang tua).

Tajuk Rencana Kompas (Rabu, 25-01-06) menulis mengenai “kekerasan menghangat lagi” yang salah satunya berbentuk kekerasan terhadap anak. Ketika kekerasan terhadap anak sering terjadi akhir-akhir ini dan mungkin sudah tidak dapat dihitung lagi jumlahnya. Tajuk Kompas menulis “ Apakah naluri kekerasan sudah jadi “tuan” dalam menyelesaikan persoalan?”

Kita tentu harus bersama-sama menjawab “tidak”. Terlebih pada penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak karena dianggap nakal oleh orang tua. Sebenarnya anak tidak tahu apa-apa ketika ia melakukan sesuatu. Ia tidak tahu dan tidak menyadari apa dampak yang ia peroleh setelah melakukan itu. Mereka masih belum bisa membedakan mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk bagi mereka dan orang lain. SEKALI LAGI MEREKA BELUM TAHU !

Lantas, apakah dengan ketidaktahuan mereka atas apa yang mereka lakukan kemudian kita (orang tua) masih mau memberikan hukuman kekerasan atas tindakan mereka yang kita sebut nakal?

Jelas saja tidak. Kita harus berfikir jauh kedepan mengenai dampak yang akan menimpa anak-anak jika kita senantiasa memberikan hukuman atas segala yang mereka lakukan . Perasaan takut bersalah dan rendah diri dalam melakukan atau mencoba perbuatan-perbuatan baru, merasa tidak disayangi lagi oleh orang tua, semakin berani dan melawan orang tua sampai tidak menutup kemungkinan akan semakin menjadi lebih nakal karena sudah terbiasa akan segala hukuman dari orang tua. Itu semua adalah resiko dan konsekwensi yang harus kita (orang tua) terima dan dihadapi anak-anak.

Kalau memang demikian, kita semua harus mengambil peran. Pengakuan salah mesti diikuti semangat dan praktik memperbaiki (tajuk Kompas). Langkah kongkretnya hukuman kekerasan bukan lagi sebagai “tuan” dalam menyingkapi anak berbuat “nakal”. Sudah saatnya kita mencoba menjalin komunikasi dengan anak-anak secara kontinyu dan mencoba memberikan kebebasan kepada anak dalam melakukan sesuatu kegiatan sambil terus diiringi dengan pengawasan dan bimbingan sebagai orang tua, teman, sahabat, kekasih bagi mereka tentunya.

Ingat ! tugas orang tua bukan hanya untuk menyuruh agar mereka menurut kehendak orang tua. Orang tua hanya bertugas memberi dan membimbing agar anak tidak terperosok kedalam jurang kejelekan. Semoga anak tidak menjadi durhaka pada orang tua. Dan semoga orang tua tidak dholim terhadap anak. Amin

Tidak ada komentar:

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters