Selasa, 12 Mei 2009

PERJALANAN DI JALAN RAYA (ANAK PUNK)

Dkils- Aku terhenti dalam perjalanan panjang hari ini di sudut pasar kota pusat keramaian warga berinteraksi satu dengan lainnya. Sekarang kira-kira jam empat sore lebih tiga puluh menit. Suasana di tempat kebanyakan orang berjualan kebutuhan dapur sehari-hari mulai tampak sepi. Hanya tinggal beberapa pedagang yang bertahan di tempatnya untuk menyambung hidup dengan menjajakan barang dagangan berupa ikan emas, ayam kampung potong, bumbu dapur dan lainnya yang masih tersisa dari tadi pagi.

Aku duduk di latar toko optic yang baru saja tutup setengah jam yang lalu. Sepertinya, hari ini mereka kurang beruntung karena hanya sedikit pelanggan yang datang. Mudah-mudahan hari esok lebih baik dari hari ini. Ucap bathinku untuk toko optic. Ku selonjorkan kedua kaki sambil memijit betis yang tampaknya kelelahan karena perjalanan tak menentu yang baru saja ku jalani. Aku menghirup nafas. Bebauan tak sedap sekitar tidak mampu membuatku mengurungkan niat untuk menghirup nafas demi pencapaian ketenangan hati karena belum mendapatkan hasil sebagaimana tadi malam kurencanakan secara matang di kamar. “Pfuuuuh… !!” ucapku pelan setelah menahan nafas kurang lebih 2 menit yang lalu.

Sudah dua bakwan satu lontong ku santap habis tak tersisa demi mengganjel perut yang mulai keroncongan. Aku menikmati sekali makanan yang dijajakan hampir di setiap sudut pasar. Maklum, makanan ini tergolong memiliki banyak kelebihan di samping kekurangannya. Selain untuk mengganjal perut seperti yang tadi kulakukan, makanan gorengan (begitu orang memanggilnya) ini juga harganya murah terjangkau. Terus makanan ini asyik untuk di lahap sambil mengisi waktu kosong atau sambil menunggu orang. Di tambah makanan ini punya citra rasa yang “berbeda” bagi para pengggemarnya , termasuk aku.

##

Lima belas menit berlalu aku duduk di emperan toko ini. Tak terasa aku melepas lelah sambil mengingat perjalanan hari ini . tak lama aku ingin membangunkan diri siap melangkah menuju rumah. Aku mendengar cekikikan tawa gerombolan anak muda “tanggung” yang sepertinya mereka baru saja “beroperasi” untuk melanjutkan atau meramaikan jalan kehidupan. Entahlah. Aku jadi mengurungkan niat untuk pulang. Ku biarkan pantat berada pada posisi semula. Aku ingin sekali mengetahui , apa yang akan mereka lakukan di tempat yang kira-kira berjarak lima meter dari tempat peristirahatanku..

Mereka menyebut diri sebagai komunitas anak punk. Identitas mereka biasanya dengan ciri-ciri baju dan celana serba hitam dengan ukuran yang sangat ketat. Banyak tindikan di tubuh bagian wajah. Mulai dari anggota tubuh yang biasa ditindik seperti telinga, sampai anggota tubuh yang tidak layak ditindik seperti alis rambut, lubang hidung sampai ke bibir bagian bawah. Luar biasa aneh. Satu lagi ciri khas yang memudahkan kita mengenal identitas anak punk yaitu rambut yang didirikan kencang. Bahasa mereka menyebutnya style “Mohak”. Banyak model rambut mohak ini, tapi aku tak tahu harus bagaimana menerangkannya. Sebab ribet. Yang pasti identitas ini katanya sebagai bentuk perlawanan dari kemapanan.

Oh iya lupa, satu lagi ciri yang amat melekat dengan diri anak-anak punk yaitu dari sisi penampilan mereka tampak sangat kumel, dekil dan sebangsanya. Mereka tak menggubris sepertinya untuk mandi sekedar menyegarkan tubuh lebih-lebih membersihkan tubuh. Atau karena mereka tak punya tempat tinggal. Sebab, sebatas pengetahuanku kehidupan mereka adalah di jalan raya. Atau sekalipun punya tempat tinggal paling banter ya.. di bawah kolong jembatan layang, seperti yang kulihat sekarang. Tapi ada yang ngomong, bahwa sebenarnya banyak juga diantara mereka yang sebenarnya adalah orang yang “berada”. Tapi entah kenapa bergaya seperti itu? Apa karena bosan dengan hidup mewah atau karena tak memiliki kebebasan? Entahlah.

Mereka kini tertawa riang. Melepas lelah, sambil menghitung uang hasil “menjual suara” di terminal dan beberapa lampu merah. Ada yang langsung rebahan, tanpa alas. Sementara dua orang melangkah menjauh dari kerumunan, mereka mendapat tugas khusus untuk berbelanja kebutuhan saat ini. Tak lama mereka kembali dengan membawa tentengan satu kantong plastic berwarna merah berisi makanan gorengan satunya lagi satu kantong plastic berwarna hitam yang berisi air warna kuning butek (keruh). Aku tahu, itu pasti sejenis minuman yang berbau khamar. Yaitu minuman yang memabukan. Oh.. Tuhan.. mereka sama-sama menikmati minuman itu. Tertawa, menyanyi, main cela-celaan, tertawa lagi, bernyanyi lagi dan main cela-celaan lagi. Ini berlangsung lama. Dan kata orang hampir berlangsung setiap harinya. Malah terkadang, sesekali mereka suka mengganggu ketertiban umum seperti bertengkar, dan sebagainya.. oh Tuhan…!

Padahal umur mereka masih sangat muda. Bahkan jauh lebih muda dari umurku. Tetapi kenapa bertingkah seperti ini? Terserahlah mereka beralasan ingin bebas, pingin cari identitas atau apapun itu.. tapi kalau seperti ini terus, mau jadi apa nanti? Mau punya masa depan seperti apa? Istilahnya, aku saja yang kemarin punya kesempatan belajar dan berhasil secara “nilai” (punya gelar), aku belum punya kejelasan hidup. Apalagi mereka. Kalau begini, bahaya dong masa depan mereka, masa depan agama, terlebih masa depan Negara tercinta Indonesia. Naudzhubillah.

Aku jadi teringat masa lalu saat aku ingin hidup seperti mereka. Punya kebebasan hidup, tanpa aturan dan suka-suka sendiri. Untung Tuhan memberi penerang bahwa kita hidup di zaman realistis. Zaman yang nyata. Yaitu zaman yang memiliki salah satu konsep hidup yaitu untuk kita bisa bertahan hidup dan punya hidup yang baik di masa sekarang dan mendatang adalah dengan rajin belajar, bekerja, berusaha dan berdoa. Kalau kita mengabaikan atau meremehkan perkara itu, jangan harap kita akan menjadi orang yang terbaik.

Aku mengusap wajahku setelah sekian lama memperhatikan kegiatan anak punk. Ku ucap syukur kepada Tuhan yang maha Esa atas kehidupan yang lebih “beruntung” dari mereka. Aku tak mau menyesali kegagalan hari ini. Mungkin itu, pelajaran atau pengalaman yang kudapat dari perjalanan mencari jalan untuk “perbaikan hidup” hari ini.

Aku menghela nafas panjang. Kupaksakan diri yang mulai merasa enjoy duduk lama di emperan toko ini untuk bangun dan melangkah pulang mempersiapkan diri untuk besok membuka, mencari dan menembus perjalanan hidup baru.

Tidak ada komentar:

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters