Minggu, 06 Mei 2012

Cerita Kolor Biru (Hi..Hii..Hiii...Hiiii)


Aku cowok bertipikal terlalu sayang dengan barang yang sudah kumiliki. Meski kondisi barang yang sudah tidak layak pandang maupun di gunakan, aku masih terlalu sayang untuk membuangnya. Terlebih barang itu memiliki ‘cerita’ tersendiri yang amat berkenan dalam liku hidupku.

Seperti celana kolor ‘bola’ berwarna biru yang kini kondisinya usang dan layak untuk di musiumkan.

Tali karet yang melingkar sebagai ikatan penguat jika tak sesuai dengan ukuran badan, juga bagian belakang yang mulai menipis hingga menjurus kepada bolong adalah kondisi terakhir celana kolor biru tersebut. Begitulah aku menyebutnya sekarang.

(Bagian depan kolor)

Emak tercintaku berulang kali tanpa bosan menyindir dan menyarankan untuk segera membuang dan menjadikan lap untuk celana kolor biru itu. Dan aku tak bergeming. Aku tetap menggunakannya sebagai celana pelengkap (baca;dalam) jika aku menggunakan celana panjang juga saat-saat aku dalam kondisi santai. Celana kolor tersebut tetap setia melingkar di pinggang kecilku. Sehingga, kalau dari dekat aku tampak sekali memakai celana yang masuk genre kadaluarsa.

Pernah suatu hari, aku mendapati kejadian memalukan sekaligus lucu dengan celana kolor tersebut.

Tepat di malam hari  biasa aku jadwal rutin latian futsal dengan teman-teman club motor MP3 (Motor Puyeng 3 tahun), aku bertepatan memakai celana kolor biru tersebut. Singkat cerita. Sedang asyik-asyiknya bergaya dan beratraksi layaknya para pemain futsal profesional, tiba-tiba aku yang sedang berlenggak-lenggok dengan bola di kaki (dribbling) , dikejutkan oleh kejadian melorotnya kolor biru tersebut hingga praktis turun di atas mata kakiku. Spontan saja lawan main dan teman satu timku yang tadi dalam situasi serius mengantisipasi serangan dariku tertawa terpingkal-pingkal sembil memegang perut menyaksikan secara live (langsung) di tengah lapangan futsal seorang pemain kecil kurus yang kedodoran celana kolornya hingga hanya tampak celana dalam saja. (-+-)

 Aku sendiri tentu saja yang menjadi obyek tertawaan secara reflek menaikkan kembali celana kolor biru tersebut dengan muka memerah sambil menggaruk rambut kepala yang tak gatal. Dan untuk mengurangi rasa malu, aku pun ikut tertawa terbahak-bahak. Hahahahahahaha…..

Terlepas dari kejadian itu.

Aku amat menyayangi celana kolor biru itu. Aku belum siap melepaskan tanggung jawabnya selama ini yang selalu menutupi aurat utamaku bertukar alih menjadi alat pembersih alias lap pel. Ia masih terlalu berharga untukku. Sebab ia adalah celana kolor biru yang ku peroleh dari seorang sahabat yang telah meninggalkanku untuk selamanya beberapa tahun yang lalu. 

Ia memberikan celana kolor biru tersebut tepat ketika kami sama-sama bermain sepak bola. Aku yang saat itu belum memakai celana kolor untuk bermain bola, tiba-tiba diberikan celana kolor oleh sahabatku itu. Padahal ia sendiri tak membawa celana kolor lebih untuk bermain bola. Alhasil, kami tetap bermain bola dengan kostum aku memakai celana kolor biru miliknya sementara ia dengan rela ikhlas memakai kain sarung. Selepas itu, ia memberikan celana kolor biru tersebut untuk ku pakai selamanya.

(Bagian belakang kolor)

Sahabatku kini memang telah tiada. Bahkan lama sekali. Tapi ia tetap bersamaku. Dengan sifat dan sikap pengorbanan yang tulus untuk seorang yang membutuhkan sebagaimana yang telah ia ajarkan dan contohkan secara langsung kepadaku.

Semoga kau bahagia di alam sana kawan
Dan untuk celana kolor birumu……
Aku akan tetap setia menjaganya sebagaimana seorang kawan yang selalu ada bagi kawannya dalam suka maupun duka.

Rinduku untukmu…. Ahmad Supandi (Alm) 

Tidak ada komentar:

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters