Kamis, 02 April 2009

TANGIS MEREKA, TAWA MEREKA

Dkils-Di beranda rumah tersebutlah dua orang anak sedang bermain riang, mengisi kekosongan waktu senggang siang hari.

Mereka tertawa riuh. Geli. Melepas seluruh penat akal pikiran dan tubuh setelah bekerja mencari sesuap nasi untuk makan hari ini dan esok. Menghapus segala beban perasaan.

Seorang wanita tengah baya keluar. Ikut membaur bersama keriangan anak-anak. Ia pun mencoba menanggalkan kesumpekan hati dan pikiran karena dapur tak ada isian. Meretas benang-benang kehidupan miliknya yang tambah kusut, setiap hari. Lantas ia tertawa…. Kencang… Puas…. Sejenak hilang semua beban.

Kedua anak dan dirinya lalu terdiam. Sekian lama membisu dan bingung. Tak lama, dari kejauhan terdengar teriakan-teriakan keras membahana di telinga. Semua orang berhamburan keluar rumah masing-masing. Menyelamatkan diri. Menghindar dari ketidakberaturan dan kekacauan hidup yang datang secara tiba-tiba. Merusak.. Meluluhlantahkan… Menghancurkan… Dan kacau balau… Riuh… Tak terkendali.

Teriakan anak-anak

Longlongan remaja

Caci maki orang tua

Tangis kakek, nenek

Dan doa-doa ibu, bapak, adik, kakak, ketua RT, hansip, ketua pasar, ketua masjid, ustadh kampung

Menghiba dan memelas untuk menahan gempuran.

Tapi sayang, sia…
Wanita setengah baya itu tersadar. Tak ada lagi di sampingnya putra-putri yang imut menggemaskan. Ia terbangun dan lari segera. Mencari dan terus mencari. Ia terjerambab tertabrak manusia-manusia bingung dan panik. Semua menangis. Semua meraung. Semua ketakutan. Dalam pilu, mereka tak berdaya apa-apa. Hanya membawa sedikit barang berharga yang masih tersisa.

Dalam tangisnya, wanita itu berkata:

“Akhirnya…

Tiba juga pada titik keputusasaan

Esok tak ada matahari di nanti

Aku lelah..

Aku akan tidur menunggumu..”

Ia tak sadarkan diri. Sementara sekelilingnya sudah sepi. Wajah-wajah sangar bermuka manis dan tampan hilang dengan membawa petaka.

Mereka tertawa-tawa… terbahak-bahak… tertawa-tertawa… puas….
Esok mimpi menjadi kenyataan, penguasaan lahan “basah” untuk kenikmatan dunia belaka. Berharap diri mendapat kebahagiaan.. kekayaan … dan kejayaan.

##

Kini beranda rumah hilang. Tawa riang anak-anak hilang. Obrolan panjang lebar tak tahu juntrungannya, hilang. Jadi sepi karena musnah. Aroma kopi hangat dan hembusan asap-asap rokok tak lagi bermunculan. Hilang. Entahlah.

Alat berat telah datang. Orang menyebutnya, “kendaraan pemusnah”. Meraung-raung, menyisir, merobohkan tiap bangunan yang berdiri sudah tidak tegak lagi. Dan tentu saja tergambar senyum manis para tuan-tuan pembaca “peta” pembagian pengatuan tata letak bangunan gedung berwajah baru. Yang…

Katanya bertingkat

Katanya lebih bagus dan indah

Katanya tahan banting dari gempa dan bencana

Katanya tempat hiburan

Katanya tempat memanjakan diri, keluarga dan teman

Katanya ruang untuk untuk penggumpul uang

He… he… he….

Selamat datang para pahlawan
Pejuang kemakmuran
Katanya…

He… he… he….

Tapi ingat ..!
Tunggu balasan kemusnahan dari doa-doa korban kedholiman dan penindasan yang telah kau lakukan.

He.. he… he…
Tangis mereka, Tawa Mereka


Tidak ada komentar:

Pengikut

S e l a m a t D a t a n g di Cielung Dkils

TAMU "Gelisah"

free counters